Arum Setiawati
Audia Elfika Wardhani
Dwi Rahmadani
Fadhilah Asnita
Khosyiah
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas
Gunadarma
ABSTRAKSI
Kurangnya
kesadaran dan pemahaman etika akuntan publik dan maraknya manipulasi akuntansi
membuat kepercayaan para pemakai laporan keuangan auditan mulai menurun,
sehingga para pemakai laporan keuangan seperti investor dan kreditur
mempertanyakan eksistensi akuntan publik sebagai pihak independen. Tujuan dalam
penulisan jurnal ilmiah ini adalah untuk mengetahui
etika profesi akuntansi secara umum dan dapat memahami keidealan etika
profesi akuntansi dalam bidangnya serta
contoh kasus dalam perusahaan PT Kimia Farma mengenai pelanggaran yang mempengaruhi
etika profesi akuntansi (Akuntan Publik).
Data yang
digunakan dalam penulisan jurnal ilmiah ini adalah PT. Kimia Farma yang
mengalami kecurangan dalam hal penggelembungan laporan keuangan yang dilakukan
oleh manajemen dan prinsip-prinsip etika profesi akuntansi dalam
bidang-bidangnya.
Hasil dari
analisis ini menunjukkan bahwa pelanggaran yang
telah dilakukan oleh KAP Hans Tuanakotta and Mustofa
dan Sdr. Ludovicus
Sensi W adalah melanggar prinsip
dasar etika profesi akuntansi terutama integritas, kepentingan publik dan
perilaku profesional. Risiko ini
berdampak pada reputasi HTM dimata pemerintah ataupun publik, dan pada akhirnya
HTM harus menghadapi konsekuensi risiko seperti hilangnya kepercayaan publik
dan pemerintah akan kemampuan HTM, penurunan pendapatan jasa audit, hingga yang
terburuk adalah kemungkinan ditutupnya Kantor Akuntan Publik tersebut
Kata Kunci : kode etik, etika profesi akuntansi
PENDAHULUAN
Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat
memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya, termasuk jasa akuntan.
Seiring dengan meningkatnya perekonomian yang saat ini mengarah pada
globalisasi, maka kebutuhan akan laporan keuangan yang dapat
dipertanggungjawabkan pun semakin meningkat. Pengaruh globalisasi juga membawa
dampak negatif pada jasa audit, pelaku profesi auditor independen atau akuntan
publik dituntut untuk menunjukan profesionalismenya. Akuntan atau auditor harus
dapat memberikan jasa kualitas terbaik dengan bertanggung jawab dan menjaga
kepercayaan masyarakat.
Kurangnya
kesadaran dan pemahaman etika akuntan publik dan maraknya manipulasi akuntansi
membuat kepercayaan para pemakai laporan keuangan auditan mulai menurun,
sehingga para pemakai laporan keuangan seperti investor dan kreditur
mempertanyakan eksistensi akuntan publik sebagai pihak independen.
Oleh karena
itu diperlukan adanya landasan pada standar moral dan etika tertentu. Untuk
mendukung profesionalisme akuntan, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), sejak tahun
1975 telah mengesahkan “Kode Etik Akuntan Indonesia” yang telah mengalami
revisi pada tahun 1986, tahun 1994 dan terakhir pada tahun 1998. Dalam
Mukadimah Kode Etik Akuntan Indonesia tahun 1998 ditekankan pentingnya prinsip
etika bagi akuntan. Dengan menjadi anggota, seorang akuntan mempunyai kewajiban
untuk menjaga disiplin dan memenuhi segala hukum dan peraturan yang telah
disyaratkan.
Dalam penulisan jurnal ilmiah
ini, penulis membatasi permasalahan, yaitu pada etika profesi akuntansi secara
umum, idealnya etika profesi akuntansi dalam berbagai bidang akuntansi,
dan contoh kasus etika profesi akuntansi (akuntan publik) pada suatu perusahaan
yaitu pada PT Kimia Farma.
Adapun tujuan penulisan jurnal
ilmiah ini yaitu untuk mengetahui etika profesi
akuntansi secara umum dan dapat memahami keidealan etika profesi akuntansi dalam bidangnya serta contoh kasus
dalam perusahaan PT Kimia Farma mengenai pelanggaran yang mempengaruhi etika
profesi akuntansi (Akuntan Publik).
Dalam jurnal
ilmiah ini penulis akan membahas mengenai kasus pelanggaran yang dilakukan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM) yang berkaitan dengan kecurangan yang dilakukan oleh PT. Kimia Farma.
LANDASAN TEORI
Kode Etik Profesi
Kode etik
profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu
kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial,
namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak berat, maka masuk dalam
kategori norma hukum.
Kode Etik
juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam
melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau
tata cara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan kode etik agar profesional
memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik
akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
Prinsip Etika Profesi Akuntansi (Mulyadi, 2001: 53)
1.
Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung
jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan
moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Sebagai
profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan
peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa
profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja
sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara
kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur
dirinya sendiri.
2.
Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban
untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati
kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme. Satu ciri
utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik.
Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari
profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi
kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya
bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara
berjalannya fungsi bisnis secara tertib.
3.
Integritas
Integritas adalah suatu elemen
karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan
kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark)
bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan
seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang
tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa.
4.
Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga
obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban
profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai
atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota
bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau
bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
5.
Kompetensi dan Kehati-hatian
Profesional
Setiap anggota harus
melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan,
serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan
profesional pada tingkat yang diperlukan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota
mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya
sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan
tanggung jawab profesi kepada publik.
6.
Kerahasiaan
Setiap anggota harus
menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa
profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa
persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi
yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan
mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai
keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat
atau perlu diungkapkan. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati
kerahasiaan.
7.
Perilaku Profesional
Setiap anggota harus
berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi
tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah
laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai
perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang
lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8.
Standar Teknis
Setiap anggota harus
melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar
profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa
selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah
standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional
Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan
yang relevan.
METODE
Metode
penelitian yang dilakukan yaitu studi literatur. Data dikumpulkan dari beberapa
sumber yang mengangkat kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan KAP Hans
Tuanakotta dan Mustofa (HTM) dalam kasus kecurangan PT. Kimia
Farma, seperti jurnal, artikel, dan sumber sekunder lainnya.
PEMBAHASAN
Mantan
direksi PT Kimia Farma Tbk. Telah terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus
dugaan penggelembungan (mark up) laba bersih di laporan keuangan perusahaan
milik negara untuk tahun buku 2001. Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor
akuntan itu menyatakan kembali (restated) hasil sesungguhnya dari laporan
keuangan Kimia Farma tahun buku 2001. Sementara itu, direksi lama yang terlibat
akan diminta pertanggungjawabannya. Seperti diketahui, perusahaan farmasi
terbesar di Indonesia itu telah mencatatkan laba bersih 2001 sebesar Rp 132,3
miliar. Namun kemudian Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai, pencatatan
tersebut mengandung unsur rekayasa dan telah terjadi penggelembungan. Terbukti
setelah dilakukan audit ulang, laba bersih 2001 seharusnya hanya sekitar Rp 100
miliar. Sehingga diperlukan lagi audit ulang laporan keuangan per 31 Desember
2001 dan laporan keuangan per 30 Juni 2002 yang nantinya akan dipublikasikan
kepada publik.
Setelah
dilakukan audit ulang, pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang
disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6
milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada
unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan
sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated
persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi
berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated
penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
Kesalahan
penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam
daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur
produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices)
pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah
digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit
distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian
berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas
penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak
disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan
penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT
Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi
kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu
manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Selanjutnya
diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa Kementerian
BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di PT KAEF
setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated)
dalam laporan keuangan pada semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti
melanggar Peraturan Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan
Keuangan poin 2 – Khusus huruf m – Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar
poin 3) Kesalahan Mendasar, sebagai berikut:
Kesalahan
mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam
penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau
kelalaian.
Dampak
perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus
diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement)
untuk periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap
masa sebelum periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal
periode. Pengecualian dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara
khusus diatur lain dalam ketentuan masa transisi penerapan standar akuntansi
keuangan baru”.
Sanksi dan Denda
Sehubungan dengan temuan
tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang
Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 jo Pasal 64
Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di
Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero) Tbk. dikenakan sanksi
administratif berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah).
Sesuai Pasal 5
huruf n Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, maka:
- Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001.
- Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas risiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan. Tetapi, KAP HTM tetap diwajibkan membayar denda karena dianggap telah gagal menerapkan Persyaratan Profesional yang disyaratkan di SPAP SA Seksi 110 – Tanggung Jawab & Fungsi Auditor Independen, paragraf 04 Persyaratan Profesional, dimana disebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor independen.
Keterkaitan Akuntan Terhadap
Skandal PT Kimia Farma Tbk.
Badan Pengawas
Pasar Modal (Bapepam) melakukan pemeriksaan atau penyidikan baik atas manajemen
lama direksi PT Kimia Farma Tbk. ataupun terhadap akuntan publik Hans
Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Dan akuntan publik (Hans Tuanakotta dan Mustofa)
harus bertanggung jawab, karena akuntan publik ini juga yang mengaudit Kimia
Farma tahun buku 31 Desember 2001 dan dengan yang interim 30 Juni tahun 2002.
Pada saat audit
31 Desember 2001 akuntan belum menemukan kesalahan pencatatan atas laporan
keuangan. Tapi setelah audit interim 2002 akuntan publik Hans Tuanakotta
Mustofa (HTM) menemukan kesalahan pencatatan alas laporan keuangan. Sehingga
Bapepam sebagai lembaga pengawas pasar modal bekerjasama dengan Direktorat
Akuntansi dan Jasa Penilai Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan yang mempunyai
kewenangan untuk mengawasi para akuntan publik untuk mencari bukti-bukti atas
keterlibatan akuntan publik dalam kesalahan pencatatan laporan keuangan pada
PT. Kimia Farma Tbk. untuk tahun buku 2001.
Namun dalam hal
ini seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena mereka adalah
pihak yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam
pencatatan laporan keuangan. Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di
temukan adanya kesalahan, selambat-lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan
publik harus sudah melaporkannya ke Bapepam. Dan apabila temuannya tersebut
tidak dilaporkan maka auditor tersebut dapat dikenai pidana, karena ada
ketentuan yang mengatur bahwa setiap profesi akuntan itu wajib melaporkan
temuan kalau ada emiten yang melakukan pelanggaran peraturan pasar modal.
Sehingga perlu dilakukan penyajian kembali laporan keuangan PT. Kimia Farma
Tbk. dikarenakan adanya kesalahan pencatatan yang mendasar, akan tetapi
kebanyakan auditor mengatakan bahwa mereka telah mengaudit sesuai dengan
standar profesional akuntan publik. Akuntan publik Hans Tuanakotta &
Mustofa ikut bersalah dalam manipulasi laporan keuangan, karena sebagai auditor
independen akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) seharusnya
mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu apakah berdasarkan laporan
fiktif atau tidak.
Keterkaitan Manajemen Terhadap
Skandal PT Kimia Farma Tbk
Mantan direksi
PT Kimia Farma Tbk. Telah terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus dugaan
penggelembungan (mark up) laba bersih di laporan keuangan perusahaan
milik negara untuk tahun buku 2001. Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor
akuntan itu menyatakan kembali (restated) hasil sesungguhnya dari
laporan keuangan Kimia Farma tahun buku 2001. Sementara itu, direksi lama yang
terlibat akan diminta pertanggungjawabannya. Seperti diketahui, perusahaan
farmasi terbesar di Indonesia itu telah mencatatkan laba bersih 2001 sebesar Rp
132,3 miliar. Namun kemudian Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai,
pencatatan tersebut mengandung unsur rekayasa dan telah terjadi
penggelembungan. Terbukti setelah dilakukan audit ulang, laba bersih 2001
seharusnya hanya sekitar Rp 100 miliar. Sehingga diperlukan lagi audit ulang
laporan keuangan per 31 Desember 2001 dan laporan keuangan per 30 Juni 2002
yang nantinya akan dipublikasikan kepada publik.
Setelah hasil audit selesai
dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta & Mustafa, akan segera
dilaporkan ke Bapepam. Dan Kimia Farma juga siap melakukan revisi dan
menyajikan kembali laporan keuangan 2001, jika nanti ternyata ditemukan
kesalahan dalam pencatatan. Untuk itu, perlu dilaksanakan rapat umum pemegang
saham luar biasa sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada publik.
Meskipun nantinya laba bersih Kimia Farma hanya tercantum sebesar Rp 100
miliar, investor akan tetap menilai bagus laporan keuangan. Dalam persoalan
Kimia Farma, sudah jelas yang bertanggung jawab atas terjadinya kesalahan pencatatan
laporan keuangan yang menyebabkan laba terlihat di-mark up ini,
merupakan kesalahan manajemen lama.
Kesalahan Pencatatan Laporan
Keuangan Kimia Farma Tahun 2001
Badan Pengawas
Pasar Modal (Bapepam) menilai kesalahan pencatatan dalam laporan keuangan PT
Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001 dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di
pasar modal. Kesalahan pencatatan itu terkait dengan adanya rekayasa keuangan
dan menimbulkan pernyataan yang menyesatkan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Bukti-bukti tersebut antara lain adalah kesalahan pencatatan
apakah dilakukan secara tidak sengaja atau memang sengaja diniatkan. Tapi
bagaimana pun, pelanggarannya tetap ada karena laporan keuangan itu telah
dipakai investor untuk bertransaksi. Seperti diketahui, perusahaan farmasi itu
sempat melansir laba bersih sebesar Rp 132 miliar dalam laporan keuangan tahun
buku 2001. Namun, kementerian Badan Usaha Milik Negara selaku pemegang saham
mayoritas mengetahui adanya ketidakberesan laporan keuangan tersebut. Sehingga meminta
akuntan publik Kimia Farma, yaitu Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM)
menyajikan kembali (restated) laporan keuangan Kimia Farma 2001. HTM
sendiri telah mengoreksi laba bersih Kimia Farma tahun buku 2001 menjadi Rp 99
milliar. Koreksi ini dalam bentuk penyajian kembali laporan keuangan itu telah
disepakati para pemegang saham Kimia Farma dalam rapat umum pemegang saham luar
biasa. Dalam rapat tersebut, akhirnya pemegang saham Kimia Farma secara
aklamasi menyetujui tidak memakai lagi jasa HTM sebagai akuntan publik.
Dampak Terhadap Profesi Akuntan
Aktivitas
manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan manajemen tidak terlepas
dari bantuan akuntan. Akuntan yang melakukan hal tersebut memberikan informasi
yang menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak menerima informasi yang fair.
Akuntan sudah melanggar etika profesinya. Kejadian manipulasi pencatatan
laporan keuangan yang menyebabkan dampak yang luas terhadap aktivitas bisnis
yang tidak fair membuat pemerintah campur tangan untuk membuat aturan yang
baru yang mengatur profesi akuntan dengan maksud mencegah adanya
praktik-praktik yang akan melanggar etika oleh para akuntan publik.
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Pelanggaran yang telah dilakukan oleh KAP Hans
Tuanakotta and Mustofa dan Sdr. Ludovicus Sensi W
adalah melanggar prinsip dasar etika profesi akuntansi terutama
integritas, kepentingan publik dan perilaku profesional. Risiko ini berdampak pada reputasi HTM dimata pemerintah ataupun
publik, dan pada akhirnya HTM harus menghadapi konsekuensi risiko seperti
hilangnya kepercayaan publik dan pemerintah akan kemampuan HTM, penurunan
pendapatan jasa audit, hingga yang terburuk adalah kemungkinan ditutupnya
Kantor Akuntan Publik tersebut
Berdasarkan
kasus yang terjadi didalam PT. Kimia Farma dapat disimpulkan bahwa telah
terjadi adanya pelanggaran kode etik profesi akuntansi yang berpengaruh
terhadap prinsipnya diantaranya sebagai berikut :
1.
Kepentingan Publik
Atas kepercayaan yang diberikan
publik kepadanya, seorang akuntan harus secara terus menerus menunjukkan
dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Dalam hal ini,
akuntan didalam PT. Kimia Farma telah mengorbankan kepentingan public demi
kepentingan mereka semata. Dengan kesalahan penyajian pada laporan keuangan PT.
Kimia Farma, menyebabkan pengambilan keputusan yang salah bagi para investor.
2.
Integritas
Integritas mengharuskan seorang
anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus
mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak
boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Namun, PT. Kimia Farma terbukti tidak
jujur dalam menyusun laporan keuangannya. Sehingga telah melanggar prinsip kode
etik akuntansi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan
perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan
prinsip.
3.
Perilaku Profesional
Setiap
anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Dalam hal ini, pihak
yang terlibat dalam penyusunan laporan keuangan PT. Kimia Farma pada tahun 2002
telah berperilaku tidak professional sehingga menimbulkan reputasi perusahaan
yang buruk. Bukan hanya itu saja, kinerja profesionalisme dari seorang auditor
pada PT. Kimia Farma pun dapat merusak reputasi mereka selaku auditor karena
resiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang
dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan
prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan
tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan.
SARAN
Seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena mereka adalah
pihak yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam pencatatan
laporan keuangan. Dikarenakan jika auditor tidak melaksanakan tugasnya dengan
baik maka resiko yang terjadi seperti hilangnya kepercayaan publik dan
pemerintah akan kemampuan auditor, penurunan pendapatan jasa audit, hingga yang
terburuk adalah kemungkinan ditutupnya Kantor Akuntan Publik tersebut
DAFTAR PUSTAKA
Amrizal. 2014. Analisis Kritis Pelanggaran Kode Etik
Profesi Akuntan Publik di Indonesia. Jurnal. STIE Ahmad Dahlan, Jakarta.
https://id.wikipedia.org/wiki/Kode_etik_profesi
http://www.bapepam.go.id/old/old/news/Des2002/PR_27_12_2002.PDF
http://linamaryani10.blogspot.co.id/
https://davidparsaoran.wordpress.com/2009/11/04/skandal-manipulasi-laporan-keuangan-pt-kimia-farma-tbk/
2 komentar:
sangat bermanfaat untuk studi banding saya.. makasih gan
terimakasih ka sangat berguna buat tugas auditing saya :)
Posting Komentar